Dec 6, 2007

Matahari Marhaenisme!

Apa Marhaenisme itu?

Sebagian orang mengira bahwa kaum Marhaen ialah kaum proletar. Itu tidak benar. Sebab –apakah yang dinamakan “proletar” itu? Didalam Primbon Politik FR nomor percontohan perkataan ini telah kita terangkan dengan singkat. Proletar ialah orang yang “berburuh”, yakni orang yang dengan menjual tenaganya “membikin” sesuatu “barang” untuk orang lain (majikannya), sedang ia tidak ikut memiliki alat-alat-pembikinan “barang” itu. Ia tidak ikut memiliki productie-middelen. Seorang letterzetter adalah seorang proletar, karena ia menjual tenaganya, sedang letter-zetter yang ia zet itu bukan miliknya. Seorang masinis adalah seorang proletar, karena ia menjual tenaganya, sedangkan lokomotif yang ia jalankan bukan miliknya. Seorang insinyur yang masuk kerja pada orang lain adalah juga seorang proletar, karena ia menjual tenaganya, sedang kantor atau besi-besi atau semen yang ia perusahakan itu bukan miliknya. Insinyur ini biasanya disebutkan “proletar intellektoewil”.

Dus terang sekali, bahwa perkataan proletar itu –buat gampangnya uraian kita-, berarti “kaum buruh”. Di Eropa sudah selayaknya ada proletarisme, yaitu paham yang memihak kaum proletar. Sebab disemua kota-kota ada banyak perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik, yang beribu-ribu kaum buruhnya. Kota-kota itu penuh dengan puluhan-, ratusanribu kaum proletar. Juga diluar kota-kota Eropa banyak kaum proletar. Dilapang pertanian Eropa sudah sejak lama timbul landbouw-kapitalisme, yakni kapitalisme pertanian. Banyak sekali “kaum buruh tani” yang bekerja pada kapitalisme pertanian itu.

Bagaimanakah keadaan disini. Dikota-kota sudah banyak kaum proletar. Dilapang pertanian sudah ada kaum proletar, misalnya yang bekerja pada pabrik-pabrik gula, pabrik-pabrik teh, atau pada beberapa bangsa sendiri yang menjadi tani-besar. Tetapi miliunan kaum tani, walaupun kemelaratannya melewati batas, bukan kaum proletar. Yakni bercocok-tanam sendiri. Memang paham proletar, sebagai diterangkan dalam Primbon Politik nomor percontohan, tidak tergantung pada kemelaratan atau kemampuan. Miliunan kaum tani misih “merdeka”. Merdeka bukan kaum buruh, karena memang tidak berburuh pada siapa saja.

Sehingga, jika kita memakai paham proletarisme, paham itu tidak mengenai semua kaum yang tertindas. Karena itu kita membikin perkataan baru: perkataan Marhaen. Marhaen adalah perkataan politik. Ia meliputi semua kaum yang melarat di Indonesia: baik yang proletar maupun yang bukan proletar, yakni baik yang buruh maupun yang bukan buruh. Kaum tani melarat yang misih “merdeka” itu, juga termasuk dalam perkataan ini.

Sekarang, apakah arti perkataan Marhaenisme? Marhaenisme berarti: paham nasionalisme Indonesia yang memihak kepada Marhaen. Siapa saja nasionalis Indonesia yang memihak pada Marhean, adalah seorang Marhaenis. Baik orang Marhaen sendiri, maupun kaum intellektoewil, maupun kaum yang darahnya ningrat, -asal nasionalis Indonesia, dan memihak pada Marhaen, adalah Marhaenis. Sebaliknya, maka bukan semua kaum Marhaen adalah Marhaenis. Misalnya kaum Marhaen yang masuk Sarekat Hedjo, yang oleh karenanya memihak pada kaum sana, adalah bukan Marhaenis. Kewajiban kita membikin mereka jadi kaum Marhaenis.

Yang menjadi cap Marhaenis ialah pahamnya, sikap-pendiriannya, asasnya. Bukan harus sengaja memakai pakaian yang koyak-koyak dimana bisa memakai pakaian yang pantas, atau sengaja memakai sepatu yang jebol dimana mempunyai sepatu yang utuh, atau sengaja memakan dari daun pisang dimana mempunyai piring, -tetapi pahamnya, sikap-pendiriannya, asasnya yang menjadi ukuran. Sebab sekali lagi: pakaian yang koyak-koyak belum tentu menutupi roh yang Marhaenis. Lid Sarekat Hedjo pun banyak yang pakaiannya koyak-koyak!

Sekarang paham dan asasnya Marhaenisme itu makin menjalar; matahari Marhaenisme makin menyingsing. Hiduplah Marhaenisme!

Lain kali kita kupas lebih jauh paham Marhaenisme ini; dan kita akan bandingkan juga Marhaenisme dengan Radikalisme.


Majalah politik populer FIKIRAN RA’JAT nomor 1, 1 Juli 1932.